Garuda Sembilan Belas “BISA”
Pada pagi hari itu,saat ku buka akun
facebookku, terlihat di kotak pemberitahuan ada salah seorang sahabat
seangkatan yang mengirimkan sesuatu di Grup Duf’ah 19. Grup khusus untuk
angkatan kami . Status yang dia posting amatlah singkat. Hanya sebuah tulisan
“happy anniversary” yang diiring sebuah icon tawa, dibawahnya tertulis sebuah
tanggal “22 Sept 2014”. Sungguh singkat bukan? Namun cukup bikin penasaran.
hehee
Aku pun terdiam sejenak. Otakku berputar
memikirkan maksud dari ucapan selamat dan arti dibalik tanggal yang tertulis
itu. Setelah beberapa saat aku pun tersadar. Aku faham untuk siapakah ucapan
selamat itu diarahkan dan apa arti dari tanggal 22 September 2014 itu.
Pikiranku pun mulai melayang. Terbang melanglang buana. Kembali ke masa lalu
saat dimana kami masih belum saling mengenal. Saat kami masih terpisah dan
tersebar di bumi nusantara. Kemudian
dipertemukan oleh takdir untuk bersama-sama berjuang, merasakan pahit manisnya
menuntut ilmu di negeri yang sebelumnya belum pernah kami jamah.
*****
Awal bulan September tahun 2013 merupakan
saat-saat di mana kami para calon mahasiswa yang dinyatakan lulus tes tengah
harap cemas menunggu panggilan keberangkatan yang semakin terlambat. Tak
terhitung sudah berapa banyak pertanyaan “kapan keberangkatannya?” yang
dikirimkan oleh teman-teman di grup facebook Yayasan Al Ahgaff Indonesia. Tidak jarang
para panitia keberangkatan terutama Habib Hasan Al Jufri selaku ketua
kepengurusan dibuat pusing oleh kami. Pusing oleh tertanyaan “kapan” yang
selalu dilontarkan oleh ratusan mahasiswa via facebook, sms ataupun telefon
yang kadang tidak kenal waktu. Tentunya yang bikin panitia tidak habis pikir
ini adalah mahasiswa-mahasiswa yang sudah kebelet banget pengen tau sama yang
namanya luar negeri. Maklumlah banyak dari kami yang tinggal dikampung. Bisa
naik pesawat apa lagi pergi ke luar negeri adalah sebuah keajaiban kawan. :)
Alhasil tepat pada hari Rabu tanggal 18 September
2013 waktu keberangkatan kami diumumkan. Kami diharuskan berkumpul di pondok
pesantren Assiddiqiyah, Tangerang pada hari sabtu 21 Sept dan keesokan harinya minggu
22 sept kami akan meluncur ke tempat tujuan, Yaman. Grup Yayasan Al Ahgaff yang
tadinya amat ramai dengan celotehan kami calon mahasiswa kini menjadi sunyi senyap. Seakan suara mereka
kini ditelan bumi. Lenyap dalam diam seribu bahasa. Aku yakin, orang-orang yang
banyak kicaunya tadi sekarang sedang mendekap di dalam kamar sambil memeluk
bantal. Terkejut dengan keberangkatan yang amat sangat mendadak.
Keberangkatan sudah didepan mata. Kami hanya
punya waktu 3 hari untuk mempersiapkan diri, mental dan niat tentunya untuk
kepergian yang panjang ini. Saat mengetahui bahwa 3 hari lagi aku pergi, jujur
kawan... hati ini serasa sakit, campur aduk antara sedih dan bahagia. Sedih
karena sebentar lagi saya tidak akan lagi bisa bersua bersama keluarga tercinta
selama paling tidak 5 tahun.Tak ada lagi acara sungkeman saat lebaran , tak ada
lagi masakan lezat buatan mama. Untuk sementara kami harus tinggalkan itu semua
demi sebuah tujuan mulia menuntut ilmu.
Aku juga bahagia karena salah satu impian saya sejak saya dulu di bangku
kelas 2 aliyah sebentar akan terwujud. Menimba ilmu di negeri seribu Wali,
Tarim, Hadramaut. Waktu tiga hari yang terasa singkat itu saya habiskan untuk
menemui guru-guru saya. Meminta nasehat seraya doa, semoga kepergian ini
membawa berkah kelak.
![]() |
Kota Rantau, kampung halaman tercinta :) |
Jum’at, 20 September... setelah menunaikan
shalat subuh, saya ditemani mama dan papah bersiap-siap untuk menuju ke Bandara
Syamsuddinnor Banjar Baru. Menurut rencana saya akan pergi ke Jakarta bersama
rombongan calon mahasiswa dari Banjarmasin yang berjumlah 10 orang. Karena
keberangkatan pesawat sekitar jam 10:00 WITA, kami diharapkan sudah berkumpul
di bandara pada jam 9 WITA. Dari kota
Rantau, tempat dimana saya tinggal, menuju bandara paling tidak memerlukan
waktu 3 jam perjalanan. Agar bisa sampai
tepat waktu, saya sekeluarga pun berangkat tepat jam 6 pagi. Tak ada yang tahu dengan
keberangkatan kami. Tidak ada pula yang tahu saya akan pergi meninggalkan rumah
sederhana itu selama lima tahun, selain guru-guru saya, keluarga, teman-teman
dekat dan tetangga sebelah. Mobil
charteran pun mulai melaju. Dari kejauhan ku pandangi rumah sederhanaku yang
perlahan-lahan mulai hilang dari pandangan. Dalam hati saya bergumam “sampai
jumpa kembali kawan... di lima tahun mendatang insyaallaah”.
Perjalanan pagi itu terus berlanjut.
Sesampainya di kota Binuang yang berjarak sekitar setengah jam perjalanan dari
kota Ranta, kami singgah sejenak di pondok tempat adikku nyantri. Pasalnya dia
juga ingin ikut melepas kepergian kakak tercintanya ini (lebay hehee). Setelah
mendapatkan izin dari pengurus pondok kami pun melanjutkan perjalanan hingga
sampailah di kota Martapura yang terkenal dengan sebutan kota intan. Disana
kami menyempatkan diri untuk ziarah ke makam KH. Muhammad Zaini atau yang biasa
dikenal dengan Guru Ijai kemudian dilanjutkan
dengan berkunjung ke salah satu guru saya yang tinggal tidak jauh dari situ. Sekalian
juga disana sambil mengisi perut karena belum sempat sarapan di rumah. Semuanya kami lakukan secara singkat untuk
mengejar waktu. Setelah semuanya teraksana barulah kami melanjutkan perjalanan
ke tujuan terakhir yaitu bandara Syamsuddin Noor yang terletak di Landasan
Ulin, Banjar Baru. Di kota Banjar Baru inilah terletak pondok pesantren Al
Falah, tempat saya mondok 5 tahun yang silam sebelum pindah ke pondok DALWA.
![]() | |
Bandara Syamsuddin Noor |
Setengah jam setelah melewati kota Martapura,
kami pun sampai di Bandara. Jam 9 pagi saat itu lumayan sepi. Tidak begitu
banyak orang yang menunggu. Dari kejauhan saya melihat sosok berpeci yang
mengenakan jas hitam. Saya yakin kalau dia adalah salah satu calon mahasiswa
seperti saya. Sepertinya dia datang dengan keluarga besarnya. Tidak seperti
saya yang hanya diantar oleh kedua orang tua dan adik. Setelah tanya sana sini
dan melihat keadaan, ternyata masih masih ada beberapa kawan yang masih belum
tiba di bandara. Kesempatan ini saya gunakan untuk menjauh dari keramaian untuk
pamitan yang terakhir kalinya kepada orang tua sebelum kami bepisah. Soalnya malu
kalau adegan ini sampai kelihatan orang banyak. Mengenai detail apa terjadi saat
pamitan itu “rahasia” hehee :) . Yakin dah kalau saya ceritain kalian pada
bakal nangis semua. hihii
Tidak lama setelah adegan sakral itu, kami para
calon mahasiswa dari Banjar Masin pun meluncur ke Jakarta. Ketika diatas
pesawat aku pun kembali melihat keadaan sekitar. Memperhatikan wajah-wajah yang baru ku kenal. Ada yang
terlihat terkagum terkagum-kagum ketika melihat pemandangan dari atas pesawat,
mungkin ini pertama kalinya ya buat dia naik pesawat. Ada yang sibuk baca al
Qur’an, kalau yang satu ini mungkin lagi khawatir kalau-kalau pesawat yang kami
naiki akan jatuh. Sedangkan yang lain hanya berdiam diri atau tertidur pulas
karena kurang tidur. Sekitar jam 2 siang kami semua sampai di bandara Soekarno
Hatta. Inilah pengalaman pertama saya mendarat di Bandara tersebut. Saat itu
kesannya terlihat agak kumuh, rambu-rambu yang ada disana seperti kehilangan fungsi. Tidak seperti
bandara Juanda yang begitu bersih tertib. Setelah menunggu cukup lama mobil
jemputan akhirnya kami pun melaju ke tempat yang ditentukan. Yaitu pondok
pesantren Assiddiqiyah yang terletak di Semarang. Di sanalah titik yang
mempertemukan kami semua. Para calon mahasiswa Al Ahgaff dari Sabang sampai
Merauke.
Keesokan harinya, tepat di hari minggu tanggal
22 September 2013, setelah mendapat arahan dari Habib Hasan Al Jufri selaku
ketua Maktab Al Ahgaff di Indonesia dilanjutkan oleh beberapa pesan yang di
sampaikan oleh Ketua Departemen Pendidikan Indonesia, kami pun bersiap-siap
menaiki mobil-mobil sewaan yang sudah dipersiapkan. Jujur kawan, suasa di
Assidiqiyah saat kepergian kami itu terasa seperti mendung. Terlihat jelas di
wajah para orang-orang yang kami tinggalkan itu rasa berat hati yang begitu
dalam saat melihat anak-anak kesayangannya
pergi jauh dalam waktu yang begitu lama. Tak sedikit dari mereka yang ku
lihat meneteskan air mata melepas kepergian kami. Suara sesenggukan tangis pun
juga sesekali terdengar yang membuat pilu hati orang yang mendengarnya. Namun,
kami harus tegar akan semua ini. tak lupa untuk membulatkan tekat dan
meyakinkan hati. Karena kami yakin seyakin-yakinnya bahwa keputusan besar kami
untuk meninggalkan tanah air dan keluarga tercinta adalah keputusan terbaik.
Keputusan yang telah kami temukan dalam shalat istikharah kami. Keputusan yang
diridhoi oleh Allah dan RasulNya.
![]() |
Saat kami ngantri di Bandara Internasional Soekarno Hatta |
Kawan, itu sekelumit sejarah yang ada dibalik
tanggal 22 September. Sebuah sejarah yang tidak akan pernah kami lupakan
sepanjang hidup. Sejarah suka dan duka kami para mahasiswa Indonesia Al Ahgaff
generasi ke sembilan belas.“Garuda Sembilan Belas”... Itulah sebuah nama yang kami sematkan untuk
mahasiswa generasi kami. Mahasiwa angkatan tahun 2013-2014. Garuda adalah
singkatan dari “gerakan pemuda”. Sedangkan angka “ Sembilan Belas”
mengindikasikan bahwa kamilah mahasiswa generasi kesembilan belas terhutung sejak
berdirinya Universitas Al Ahgaff. Nama ini juga kami adopsi dari salah satu
tinmas Indonesia yang kini sedang naik daun. Timnas yang beranggotakan para
pemuda berbakat berumur dibawah 19 tahun yang dikumpulkan dari seluruh pelosok
Indonesia yang kini Alhamdulillaah sudah berhasil membuat harum nama Indonesia
di mata pecinta sepak bola di dunia walbilkhusus Asia Tenggara. Harapan kami
semoga kami generasi ke 19 pemuda Indonesia di Yaman berhasil membawa nama
harum Indonesia , sukses dan berhasil dalam menggali ilmu, menata hati dan
menyempurakan akhlak yang mulai. Semoga kelak sebagaimana kami pergi ke Negeri
ini bersama-sama, kami juga akan pulang ke Tanah Air tercinta bersama-sama. Semoga
kebersamaan yang diikat oleh ukhuwwah islamiyyah ini akan selalu ada, hari ini,
esok dan seterusnya ilaa yaumil qiyaamah insyaallaah. Aamiiiiin.
![]() |
Timnas Garuda 19 |
Mahasiswa " Garuda 19 " :D |
******
Posting Komentar untuk "Garuda Sembilan Belas “BISA”"