Filosofi Makna “SANTRI” Menurut Seorang Profesor
Sedikit mengulas mengenai istilah SANTRI, sebutan yang lumrah di Indonesia untuk siapa saja yang mempelajari ilmu Agama. Konon istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Kanjeng Sunan Ampel. Pimpinan para Wali Songo pada beberapa abad yang silam. Hingga saat ini istilah santri begitu akrab
untuk sosok sarungan yang mahir memahami kitab kuning. Meskipun akhir-akhir ini
kebanyakan kitab sudah dicetak dengan kertas putih yang berkualitas, ditulis
dengan khat yang bagus dan tidak jarang juga dilengkapi dengan manuskrip asli
kitab tersebut. seperti kitab-kitab yang diterbitkan oleh percitakan Daar El
Minhaj.
Kembali ke topik pembahasan, ternyata kata SANTRI itu
dinukil dari bahasa sanskerta yaitu sastri yang berarti melek huruf, ada juga yg mengatakan kalau kata tersebut dikutip dari bahasa jawa yaitu chantrik yang berarti orang yang selalu melazimi sang Kyai dan menetap sampai menguasai suatu bidang ilmu tertentu.
Disamping ada juga yang memiliki penafsiran tersendiri mengenai istilah SANTRI.
Sebut saja salah seorang Guru kami yg mengajar madah (baca, mapel) staqofah
islamiyah dikelas Aliyah Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah. Beliau adalah
Prof. Ahmad Syakir lulusan Universitas Al Azhar mesir pada tahun 90an, mungkin
saya saat itu belum lahir :D .Disamping
ngajar di pondok beliau juga seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Malang. Disela-sela
pelajaran , beliau menjelaskan kepada kami makna dari setiap huruf yang ada
pada istilah SANTRI dalam tulisan Arab, yaitu Sin, Nun, Ta’ dan Ro. Sin berarti
“Saabiqun
bilkhoiroot” yg maknanya orang yang bergegas menuju kebaikan. Nun berarti
“Na’ibul
‘Ulama” yang maknanya penerus para Ulama. Ta’ berarti “Tarikul
ma'shiyah” yang maknanya meninggalkan maksiat (hal-hal buruk menurut
Agama),
sedangkan Ro’ berarti “Ridhallaah” yang maknanya semata-mata
mengharapkan ridha
ilahi. Keempat komponen inilah yang membentuk sosok yang bernama santri.
Sosok
yang selalu menjadi orang pertama dalam hal-hal yang baik, kelak
menggantikan
dan meneruskan peran para Ulama saat dibutuhkan, mempunyai hati yang
penuh
dengan sifat taqwa, dan selalu ikhlas dalam bersikap dan bertindak.
Ternyata tidak mudah yaa menjadi seorang santri yang hakiki.
Kalau saya melihat pada diri saya sendiri mungkin ke-empat sifat di atas
sangatlah minim saya miliki. Jadi paling tidak jangan sampailah saya
membusungkan diri, merasa lebih baik dari yang lain, karena masih banyak yang
perlu saya benahi dalam diri saya sendiri. Semoga maklumat ini bermanfaat yaa.
Wabillaahittaufiiq :)
Posting Komentar untuk "Filosofi Makna “SANTRI” Menurut Seorang Profesor"